23/04/20

Disudut Bibir Sepi

Pada tepian bibir itu, bekas kecup dan potret jemari membentuk sebuah formasi baku,

Terlukis siluet dari keluhan lampu-lampu kota, jejak kaki risau yang mengudara, dan sepi yang kian menjadi penerjemah bahasa,

Sesekali bibir itu berdenting, 
bertanya pada isak yang menyesak, 
perihal cara melarikan diri dari sebuah ruang gerak tanpa meninggalkan jejak,

" seperti dugaanku, sepi menjadi penerjemah setiap bahasa "

Sesekali bibir itu berdenting kembali,
kini dia melemparkan pertanyaan serupa, pada embun yang sejak pagi lekat-lekat pada telapak kaki.

"seperti dugaanku, sepi menjadi penerjemah setiap bahasa"

Bibir itu berdenting untuk kesekian kali,
kini dia memutuskan untuk diam,
perlahan mengerti,
bahwa kota ini, hanyalah arloji tua yang Tuhan ciptakan untuk mengelabui manusia,

" di luar dugaanku, bahasa tak mampu menerjemahkan kesepian "

- Serdadu Pejuang Rasa, Batam 7 Februari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar