Aku pernah
menjadi bising
kendaraan disore hari
Berlarian diruas jalan yang tak pernah disinggahi
Mengusik jejak yang ditinggalkan setiap pasang kaki
Kemudian berderu diantara deretan sunyi
Hingga menggema ke seluruh penjuru bumi
Aku pernah
menjadi lampu jalan ditengah deras hujan
Menyinari tiap retak yang pernah dikisahkan
Menaungi tangismu yang dikemas kekecewaan
Lalu meredup,
Sejak melihat purnama kembali kelain pelukan
Aku pernah
menjadi senja yang selalu diacuhkan
Dengan kau,
sebagai bidadari pertama yang selalu kulibatkan
Kau tawan tiap helai saraf pada retina
Memutus peredaran disepanjang pembuluh aorta
Memutus peredaran disepanjang pembuluh aorta
Menyekat satu nama yang terperangkap diantara diafragma
Kemudian memuncah,
Dan meledak,
Lalu merupa sesak
yang membakar seluruh rongga dada
Aku pernah,
Menjadi malam tanpa bintang
merupa titik paling gelap, saat ragamu terlelap
menjadi gejolak rasa paling berisik, diantara seluruh senyap
berselang tebaran senyummu yang acap kali kusesap
Berperan sebagai saksi bisu,
dalam sebuah pementasan rindu yang terkhianati waktu
Aku pernah mengagumimu segila itu
Bersembunyi dibalik untaian diksi,
Dengan sebuah mustahil untuk melukai
Mencuri setiap keping tawa,
Memanen tiap kedipan mata
Merangkum aromamu dicelah udata
Untukku ingat sebagai sebuah peristiwa
Bahwa, untuk mencintaimu hingga jejak menghabiskan langkah,
Menyesap segala gelisah, mematahkan yang tak mampu lagi
patah
Setidaknya, aku pernah
- Serdadu Pejuang Rasa, Bandung 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar