Rona suaramu selalu menjadi awal mula
Kemudian terlantun rentetan kata dengan rasa yang tersulam sempurna
Membaur dicelah udara
Memeluk erat luka yang ditelan setiap pasang telinga
Dalam ruang tanpa tatap mata
Lidahmu menari menyusuri setiap pasangan kata
terkadang lelah,
acap kali kaku,
Hingga sebuah simbol senyum tak jarang terlontar,
mewakili sorot matamu yang mulai lesu
Dalam ruang satu suaraKemudian terlantun rentetan kata dengan rasa yang tersulam sempurna
Membaur dicelah udara
Memeluk erat luka yang ditelan setiap pasang telinga
Dalam ruang tanpa tatap mata
Lidahmu menari menyusuri setiap pasangan kata
terkadang lelah,
acap kali kaku,
Hingga sebuah simbol senyum tak jarang terlontar,
mewakili sorot matamu yang mulai lesu
Puluhan jemari, bekerja sama dengan tiap kedipan netra yang telah terkoordinasi
Menjahit rasa hingga lahir pagi
Merangkum puluhan kisah, meringkas setiap makna pisah
yang kemudian terdistilasi merupa larik-larik puisi.
Dikawal sinar rembulan yang memasuki celah-celah jendela kamar
Dikelilingi alunan dering cerita yang menunggu untuk didengar
kau,
tetap setia menyimpan kisahmu dibalik layar
walau detak selalu memohon untuk terdengar
Mungkin menjadi sebuah penghormatan tertinggi
Mungkin menjadi kumpulan kalimat yang akan dilewati
Namun, terima kasih kami untukmu, telah merupa puisi
-Serdadu Pejuang Rasa, 2019