NISKALA DIMENSIONAL

Satu purnama menggeliat manja, melayang diantara pekat aroma kopi dan sebuah kekosongan yang tak pernah terbaca.

Mengendurkan jalur aorta,

Melancarkan lajur udara, pada raga tanpa satupun singgasana,

Tertangkap hampa,

Keberadaan , perlahan sirna

Penaku menggenggam kertas, berselang keramaian yang terbias oleh kata yang enggan untuk  saling berbalas. Diatas haru kelahiran purnama baru, langkah nya melintas, pada pergantian kata yang ku anggap pantas, pada kesunyian tanpa batas, pada goresan tinta, diatas tulisan yang tak pernah tuntas.

Tak bergeming, senyum nya meruntuhkan hening, tersimpul benang pesona diantara garis kening yang tersumlam sempurna pada pola kenang.

"Aku, dalam, puisi "

Gumam bibir kecil penuh seri,

Tergesa pergi, terbasuh rintik sunyi yang menjamahi. Detak detik Sang Waktu menjauh, menyibak riuh, pada tatanan kota yang telah lama ku anggap lumpuh.

Pena bersimpuh diatas liar nya imaji yang menggerogoti,

nama nya terpatri,

Membidik tepat, melesat cepat pada kedalaman ruang hati yang menyisakan ingatan untuk ku catat. Mengekor pada satu suara yang kian menggema, dengan diksi yang bertaruh pada kisah yang akan selalu dianggap fana

Tak pernah bergandengan,
Kisah kita hanya menguap menjadi angan.

Langkah nya menghilang, terhapus tanpa berselang, bagai buih yang tertiup angin sedikit kencang, tak terkekang, Dan Disitulah,

Mata kita saling membicarakan rindu dicelah tatap yang kemudia saling kita titip.
Telinga kita saling mendengarkan bias bias kesepian, diantara lantunan nadi yang berdenyut dan kita benar benar hanyut.

Merengkuh pada belenggu purnama, tanpa gema.

Pena kita saling menuliskan nama, mengadu doa, dalam dialog sempurna dengan Sang Pencipta.

Sekali lagi.

Berulang,

Berulang,
berulang,

Hingga semesta mengizinkan kehadiran kita untuk menghilang.

*nis.ka.la: tidak berwujud; mujarad; abstrak
di.men.si.o.nal: berkaitan dengan dimensi