Ada nama yang mulai terpatri dalam rangkaian aksara,
Ada paras yang terpampang jelas diantara nalar dan tepian batas.
Ada rasa yang mulai mekar tatkala suara manismu mulai terdengar.
Dan, ada aku, pria yang tersipu malu, tatkala kita berbalas sapa diwaktu lalu.
Suaramu begitu menjerat,
Hati luluh dalam terpikat,
Memaksa bibir menyisipkan rasa diantara ruang aksara,
Bahwasanya, ini bukanlah kekaguman biasa untuk mu yang luar biasa,
Ini bukan sebatas kata suka, padamu yang teristimewa
Dalam lamunan aku ditenggelamkan,
Beriringan dengan hati yang meneriakan tentang hadirnya perasaan.
Kasmaran.
Kasmaran
Kasmaran.
Puan,
Bolehkan aku memperkenalkan harap ?
Yang setiap malam bertanya pada semesta, ingin menjadikanmu jawaban atas seluruh doa yang telah dilantunkan.
Ingin menjadikan mu sebuah alasan, tentang merasa ramai diantara kesepian.
Ingin, menjadikan mu sebagai pemeran utama dari kisah yang kelak akan kutuliskan.
Puan,
Kepadamu yang terindah,
Purnama paling terang diantara gugusan bintang, kau berhasil menuntunku, saat aku hilang dalam setapak menuju jalan pulang,
Manja suaramu, menjelma lantunan melodi pengantar lelapku,
Nyaman,
Penuh ketenangan.
Puan
Bolehkah aku menyambut jemari mu ?
Agar aku mampu menepis setiap pilu yang bertamu,
Bolehkah aku untuk menemuimu ?
Walau kau selalu mengaku palsu, fokusku selalu saja tertuju padamu,
Bolehkah aku duduk disinggasana hati ?
Agar aku mampu menemanimu hingga akhir nanti.
Puan,
Untuk mu, aku tak mampu membuat syair maupun puisi,
Walau dengan penuh intuisi, keanggunan mu tak akan mampu tergambar lewat untaian kata.
Dengan penuh cinta,
Aku, ingin kita mampu bertegur sapa
*sen.tri.pe.tal : bergerak mendekati pusat