06/05/19

RESISTAN DESORPSI

Ada senyum yang tertinggal diantara celah udara
Berotasi dengan sempurna
Mengitari tiap keping oksigen untuk kuizinkan masuk bertamu kedalam setiap persimpangan arteria

Mengisi setiap sudut pada ruang tertutup
Memompa tekanan rasa, pada harapan yang sebelumnya pernah kututup
Semakin terhirup
Semakin liar denyut memaksaku hidup.

Sebuah sapa menghapus siapa
Sebuah nama mengukir rasa
Mengekor pada gelombang sunyi, yang terbunuh bisingnya kedipan netra
Dengan pesta pora gemintang yang terselenggara, tepat pada kedua bola mata.

Terik berupaya melipat pagi, detik melawan usia pembunuh bulan
Dengan jabatmu diawal hari, yang berhasil menyisipkan berbagai kemungkinan
Mengucur dari akar pori-pori, hingga meluap memenuhi seluruh permukaan

Batas langit menjelma konduktor dari pesan yang belum sempat tersampaikan
Berselang sebuah pertemuan diantara rentetan perpisahan yang sedang kulestarikan

Kita adalah dua tatap yang saling bertamu
Pada bait kata yang membuat masing masing kepala tertunduk malu
Berselang pamitmu, yang membuat langkahku lesu

Siapapun dibalik namamu
Kuharap, tanah mengijinkan kita untuk kembali tersipu, dan melanjutkan perbincangan kita yang pernah terputus waktu

Salam teruntuk wanita misterius kala itu
Dariku
Pengagum barumu

-Serdadu Pejuang Rasa, Bandung, 25 April 2019

ANSIETAS SEREBRAL

Menyusupi sunyi pada pengawalan titik amplitudo tertinggi
Merangkum sepi dibawah kedalaman baris kata yang tak mampu beresonansi
Menjajaki rentetan tanah basah tempat bersemayam langkah kaki
Dalam retakan paling tipis, antara batas keadaan, dan garis kesadaran yang  berhipotesis secara sistematis.

Kekalahan mutlak atas seluruh kesempatan yang tertolak.
Terbilas kecewa yang bergejolak, pada barisan bilur tempat kau benamkan luka koyak.

Dan begitulah kemudian aku
Mencoba kembali memeluk sepi
Berselang tikaman satu bayangan hilang dan rasa yang dipaksa pergi.
Dalam sebuah tepisan yang terekstraksi diam
Membungkam ruang imaji
Menyekap segala sunyi

Kucoba menelusuri setiap panggilan sayang
Yang dulu pernah kau sebut berulang, dan kemudian kutemukan sebagai tumpukan bangkai diantara tulang belulang.

Kucoba menghirup sisa napasmu diriuhnya udara yang bersinggungan
Barangkali kutemukan semua jawaban, atas seluruh aroma yang tetiba kau hilangkan, tanpa satupun jejak penjelasan.

Kucoba membentangkan daya dengar pada tiap keping nada yang berlayar,
Barangkali mampu kuterka sebuah pesan samar sebelum semuanya benar-benar memudar.
Hilang
Hancur
Senyap
Lalu lenyap

Tidak inginkah, kau kembali menoleh kebelakang ?
Sekedar menyisipkan sedikit kata, diantara celah demi celah dadaku yang mulai rumpang.
Membasahi yang dulu tergenang
Mengisahkan kembali yang kini terkenang.

Tidak mampukah, kau menggenggam lebih erat
Mendekap lebih kuat, pada hati yang masih ingin selalu dekat
Menahan yang telah lama terjerat
Menampar diri sebelum semuanya benar benar terlambat.

Tidak sudikah, kau membalik arus waktu
Menapaki jejak untuk berjalan mundur
Selagi purnama sedang bertutur dan kita berdua benar benar tertidur.
Lagi
Pulang
Kembali

-SerdaduPejuangRasa, Bandung, 3 Mei 2019-